|
Biofuel, energi terbarukan untuk Indonesia (source:w7news.com) |
Bahan Bakar Nabati (BBN) bisa diolah dari minyak sawit dan minyak jelantah
Pernah pastinya berpikir, kalau ini bumi di ambil terus minyak buminya, Kira-kira nanti bakal habis enggak, sih? Sekarang kan Indonesia sudah impor minyak bumi juga untuk mencukupi kebutuhan yang kurang. Apakah minyak bumi di Indonesia sudah mulai menipis?
Yang kita bicarakan sekarang bukan tentang minyak buminya, melainkan tentang strategi yang di persiapkan mengganti minyak bumi. Ah, bukan mengganti mungkin lebih tepatnya menunjang keperluan bahan bakar (fuel) di Indonesia. Aku bersama teman-teman #EcoBloggerSquad, sebagai komunitas blogger yang peduli lingkungan dan isu perubahan iklim, tentu excited membahas ini sehingga kami membuat gathering bersama Madani Berkelanjutan khusus membahas tentang Biofuel, atau bahan bakan nabati (BBN).
|
Eco Blogger squad X Madani Berkelanjutan |
Kukuh Sembodho selaku program assistant Biofuel Yayasan Madani Berkelanjutan, saat itu memaparkan tentang Biofuel atau BBN ini. Dimana sebenarnya BBN ini sudah diteliti oleh banyak ilmuan sejak puluhan tahun yang lalu. Namun di Indonesia sendiri sudah berkomitmen dan menjadi perhatian sejak 2006 yang diawali oleh inisiasi program BBN lewat KEN, Inpres dan Timnas BBN dan tentu saja terus berlanjut hingga 2021 dan seterusnya.
Mengenal BBN Lebih Dekat
Sumber dari BBN ini terdiri dari Primer dan Sekunder, dimana yang primer ini contohnya seperti kotoran hewan, sisa kayu, sisa panen, ya pokoknya alami banget lah bahan-bahan terdahulu. Sehingga dengan banyaknya penelitian ditemukan bahan-bahan baru yang di anggapkan secondary option. Secondary option ini ada 3 jenis klasifikasi.
3 generasi secondary dari biofuel
- bahan nabati utama (contohnya kelapa sawit, jagung, bunga matahari, dll)
- bahan turunan pertama (produksi bioetanol atau biodiesel berbasis teknologi dari turunan pertama, misalnya teknologi dari singkong, jarak, miscanthus, lignocellulosic, dll)
- bahan turunan kedua (microalga atau mikroba)
Sejauh ini yang stoknya melimpah di Indonesia dan dianggap berpotensi untuk biofuel, baik itu B30 dan B50 adalah minyak sawit. Meski demikian hasil sawit yang dihasilkan Indonesia masih dianggap kurang untuk sumber energi terbarukan masyarakat seIndonesia. Namun untuk memenuhi kekurangan ini, tentu saja ada tugas besar di belakangnya, sudah banyak yang tau berbagai kontra terkait masalah minyak sawit ini terhadap kondisi hutan Indonesia, bukan?
Berbagai isu lingkungan hidup dan
pelestarian hutan, termasuk
climate change sudah sering kita dengar berkaitan sekali dengan minyak sawit yang banyak membuka lahan hutan (deforestasi), meningkatkan emisi, hingga isu perekonomian masyarakat. Lalu bagaimana agar kebutuhan sawit bisa mencukupi kebutuhan biofuel tanpa harus deforestasi hutan, bisa meningkatkan perekonomian masyarakat dan tidak meningkatkan emisi.
Bahan Bakar Nabati: Keamanan Energi atau Komitmen Iklim?
Salah satu cara yang disebut Kukuh dalam acara tersebut adalah proses replanting atau penanaman kembali, sehingga kebun-kebun sawit diharapkan tidak perlu melakukan deforestasi untuk membuka lahan. Untuk meningkatkan ekonomi masyarakat juga dihadirkan solusi untuk membeli sawit-sawit dari
petani lokal yang kebunnya berskala kecil, sehingga bisa membantu para petani sawit. Membeli sawit dari petani sawit lokal juga digadang-gadang bisa mengurangi sedikit emisi karena emisi yang ditimbulkan oleh petani lokal tidak sebesar emisi dari perusahaan minyak sawit skala besar.
|
Biodiesel sebagai penunjang BBM |
Untuk menjaga komitmen ini kemudian dibuatlah berbagai kebijakan BBN dan pembukaan lahan, berbagai skenario kemudian dibuat untuk memenuhi rerncana B20 di tahun 2025 kemudian menjadi B30 dan B50.
*B adalah komposisi penambahan produk nabati untuk campuran bahan bakar
Kemudian Ricky Amukti selaku Engagement Manager Traction Energy Asia, melengkapi gathering hari ini dengan informasi mengenai biofuel juga. Diantaranya tentang pertahapan kewajiban minimal pemanfaatan Biodisel (B100) sebagai campuran bahan bakar minyak.
Ricky juga menceritakan upaya-upaya peningkatan ekonomi masyarakat, salah satunya dari petani ke pabrik kelapa sawit untuk pasokan bahan baku biofuel bahan bakar nabati. Dimana biasanya rantai pasok kelapa sawit cukup panjang sehingga mengurangi keuntungan para petani swadaya. Karena itulah perlu ada upaya untuk memperendek rantai pasok ini untuk bisa meningkatkan perekonomian masyarakat (petani kelapa sawit swadaya), kemudian Pekebun sawit mandiri ini pun menjadi bagian dari rantai pasok biodiesel. Sebagai informasi, perkebunan sawit mandiri (bukan perusahaan besar) menguasai 40% dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia, bukan jumlah yang sedikit loh ini, jadi ini merupakan potensi energi juga.
Harapan dari ini semuanya sebenarnya sama, yaitu pekebun sawit mandiri terlibat (mendapat manfaat) dari program biodiesel, membantu perekonomian rakyat kecil, menghindari deforestasi, mengurangi emisi GHC dari keseluruhan daur produksi biodiesel.
Pemanfaatan Minyak Jelantah
Nah ini adalah bagian paling menarik dalam gathering ini ketika Ricky mengatakan tentang potensi minyak jelantah untuk bahan baku biofuel. Ya karena minyak jelantah related banget dengan kehidupan ibu-ibu rumah tangga seperti aku. Minyak jelantah adalah minyak goreng bekas yang sudah tengik, berwarna kehitaman, bekas dari penggorengan berkali-kali yang sudah tidak sehat digunakan. Aku pribadi, sudah lama mengumpulkan minyak jelantah untuk disetor ke pengepul. Biasanya aku mendapat rupiah dari tiap liter minyak jelantah yang aku setorkan, apalagi proses setornya dijemput ke rumahku, mudah banget kan.
Setauku, memang minyak jelantah banyak di recovery untuk bisa dijadikan minyak goreng baru. Aku tidak mengira bahwa skenario energi terbarukan ini juga memuat kehadiran minyak jelantah ini. Tau enggak sih dari sekitar 3 juta minyak jelantah yang di konsumsi masyarakat, hanya sedikit yang dimanfaatkan jadi biodiesel yaitu kurang dari 570 ribu KL karena sebagian besar digunakan untuk minyak goreng daur ulang dan ekspor, sedih ya.. giliran ada peluang memanfaatkan limbah rumah tangga untuk bahan bakar nabati justru rebutan dengan pemanfaatan lainnya, hehehe.
|
Pemanfaatan minyak jelantah di Indonesia |
Aku justru teringat dosenku kuliah dulu pernah bercerita ketika rektor mengajak beliau untuk mengumpulkan minyak jelantah dari semua pedagang yang berjualan di sekitar kampus, untuk direcycle tentu saja, aku tidak tau saat itu untuk jadi minyak goreng atau biofuel, yang jelas memang disekeliling kampusku ada banyak sekali penjual makanan terutama jenis-jenis gorengan seperti lalapan gitu. Tapi hasilnya sungguh mencengangkan, karena ternyata semua pedagang tidak memiliki minyak jelantah untuk di setorkan. Semua minyak jelantah yang hitam itu dijadikan sambal, kaget ya? saya juga. jadi tidak ada limbah yang terbuang atau di recycle dan hampir semua begitu. jadi upaya dosenku mencari setoran jelantah tidak berhasil, malah justru jadi dapat fakta baru mungkin ini yang membuat kesehatan mahasiswa banyak menurun setelah jauh dari orang tuanya. Semoga saja itu hanya isah masa lalu, harapannya sekarang semua penjual sudah menyetorkan jelantahnya dan membuat sambal yang lebih sehat, aamiin.
|
Limbah jadi biodiesel (katadata.com) |
Dari kejadian ini aku pun jadi maklum, kenapa dari banyaknya konsumsi minyak goreng kok setoran minyak jelantahnya cuma sedikit. Padahal setelah dihitung-hitung, meskipun biaya konversi biodiesel dari minyak jelantah ini lebih besar daripada biaya onversi biodisel dari CPO sawit, namun harga indeks produksi (HIP) biodiesel minyak jelantah lebih murah dibandingkan dengan CPO karena faktor bahan bakunya.
|
Perbandingan harga produksi biodiesel minyak jelantah dan CPO |
Nah, dari gathering ini akhirnya aku sampai pada satu kesimpulan bahwasanya Indonesia sudah memiliki potensi untuk energi terbarukan, yaitu dari minyak sawit. Namun karena berbagai tugas besar dibaliknya, maka ayolah kita supoort rencana ini dengan bantu setoran minyak jelantah dan menebarkan kebiasaan ini ke semua orang agar sama-sama ikut menyetor minyak jelantah. Terutama jika memiliki kenalan yang menggunakan banyak minyak seperti pemilik restoran, cafe, hotel, dan rumah makan lainnya. Agar kita sama-sama bisa bantu usaha memenuhi kebutuhan energi nabati tanpa harus banyak-banyak menggunakan sawit dan membuka lahan.
Lagipun, dengan menyetorkan minyak jelantah ke pengepul atau bank sampah, selain mendapatkan uang penjualan jelantah, kita akan mendapat manfaat lain yaitu air selokan yang lebih bersih dan gak bau peceran, jadi enak deh lingkungan rumahnya ya kan. hehehe... Kalau menurut aku sih, menghasilkan uang atau enggak, mau dijadikan minyak goreng atau biofuel itu semua sama-sama bermanfaat untuk kehidupan masyarakat Indonesia, sama-sama baik untuk menyayangi
bumi, jadi jangan dibuang dan jangan pula diterus-terusin pakai minyak jelantah buat masakan, gak sehat tau kannnn...
|
Gerakan sedekah minyak jelantah (pingpoint.co.id) |
Ini aku dapat foto yang menginspirasi, yaitu rumah sosial kutub yang menurut infonya di Pondok labu. pengepul minyak jelantah yang bermotto, ubah sampah menjadi sedekah. Benar sekali, niatkan saja untuk amal ibadah ya, sedekah bernilai pahala. Insyaallah 💗 Semoga foto tersebut menginspirasi ya
Ketika aku share informasi ini di instagramku ternyata banyak teman-temanku yang belum tau soal minyak jelantah untuk Bahan bakar nabati ini. Berarti memang kurang sosialisasi atau edukasinya ke masyarakat, aku sendiri pun belum banyak tau sebenarnya. Tapi melalui tulisan ini, aku berharap teman-teman berkenan meneruskan informasi ini ke orang lain dan siapa saja, agar makin banyak yang menyetor minyak jelantah ke pengepul, bank sampah, atau kemana saja tempat pengumpulannya, mari dukung energi terbarukan untuk Indonesia, yess!
Wah memang kita harus menggunakan energi alternatif kayak gini yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui.
ReplyDeletesolusi banget untuk energi terbarukan yang ramah lingkungan. bisa dipakai untuk pembangunan berkelanjutan. Ini bakalan bagus banget sih ya
ReplyDeleteAku pernah nih bikin playdate untuk anak-anak tentang pemanfaatan minyak jelantah. Menjadi sabun untuk cuci piring hihi. Menarik kalau kita lebih memperhatikan lingkungan dan ngomongin energi terbarukan.
ReplyDeleteSelama ini taunya minyak jelantah buat sabun kalau sampai buat yang lain2 apalagi bahan bakar blm pernah tahu. Emang lbh baik gtu drpd dibuang dan hanya mencemari bumi ya mbak.
ReplyDeleteAku pernah denger pengumpulan minyak jelantah tapi di Surabaya. Kalau yang di Sidoarjo malah belum tahu. Wah aku juga inyaa Allah dengan senang hati mau ngumpulin minyak jelantah, bisa turut menjaga bumi kan yaa :)
ReplyDeleteIya, kak Ruli..
ReplyDeleteAku juga belum paham nih...di deket rumahku ada pengepul minyak jelantah juga gak ya...??
Harusnya ada sih yaa.. Seringnya minyak jelantahku dibawa pulang sama Bibi yang bantu di rumah. Katanya buat bikin sambel.
Huhu...antara kasihan tapi ya...gimana?
wah sangat bermanfaat, terimakasih infonya ya kak :D
ReplyDeleteWah minyak jelantah juga ternyata ada manfaatnya ya. Yuk mulai sekarang lakukan apa yg kita bisa untuk kesehatan bumi kita.
ReplyDeleteMinyak jelantah jadi sambel memang sudah rahasia umum hahahah.Itu bikin sambel katanya pedagang pecel ayam lele jadi makyus dibandingkan kalau kita bikin sambal sendiri di rumah.Semoga kedepannya kesadaran tentang energi terbarukan ramah lingkungan semakin meningkat ya
ReplyDeleteHi hi hi teman seperjuangan.
ReplyDeleteAku speechles sih kalau bahas tentang bioenergi, konflik batinnya banyak banget.
Tapi, kita sama-sama berdoa lah semoga energi alternatif bisa terus dikembangakan tanpa menjadi simalakama untuk semuanya.
Kalo minyak jelantah bisa dimanfaatkan sbg bahan energi terbarukan ya oke banget dong. Jadi nggak tersia-siakan karena dibuang begitu aja. Apalagi kl buangnya sembarangan justru memcemarkan lingkungan ya kan.
ReplyDeleteKadang saya suka kuatir dengan sumber daya yang mulai habis. bagaimana ke depannya anak cucu kita bisa hidup jika energi sudah mulai menipis. Syukurnya skrng sudah ada penemuan beberapa energi terbarukan.
ReplyDeleteAku nyari terus pengepul minyak disini. Belum begitu familiar. Aku kan tanya dimana 'buang' minyaknya, katanya dibuang di parit. Kaget dong aku. Akhirnya ketemu meskikeluar duwit juga buat nggojekin ke pengepul, tapi setidaknya enggak merasa bersalah karena buang minyak di selokan.
ReplyDelete